Tambang Disorot, CSR Dipertanyakan: Aktivis Situbondo Geruduk Isu yang Tak Kunjung Selesai

Oleh: Azis Chemoth
Situbondo, Kamis 17 Juli 2025
Hukum_Gksbasra.id, Sejumlah aktivis dan elemen masyarakat Situbondo tak lagi bisa diam. Dalam forum terbuka yang berlangsung kritis dan penuh tekanan, mereka membongkar berbagai persoalan tambang yang selama ini dianggap sengaja didiamkan oleh para pemegang kekuasaan.
Lembaga-lembaga sipil seperti LBH Cakra, LSM Koreksi, LSM Penjara Indinesia, LPK Jatim, hingga tokoh masyarakat Azis Chemoth, tampil membongkar satu per satu ketimpangan yang terjadi.
LBH Cakra menyoroti peran DPRD Komisi 3 serta dinas teknis seperti DPUPP dan DLH, yang dinilai mandul dalam fungsi pengawasan. “Sudah saatnya lembaga pengawas tidak jadi penonton. Regulasi dan pengawasan tambang harus tegas, bukan kompromistis,” ujar perwakilan LBH Cakra.
LSM Koreksi bahkan menyentil soal komoditas tambang seperti urug, sirtu, dan batu yang tak tertata jelas. Mereka mendesak Bappeda agar serius menata ulang tata ruang dan mengingatkan bahwa optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) jangan hanya slogan. Mereka juga mewanti-wanti adanya potensi manipulasi data tambang. “APH jangan hanya pasif. Kalau ada pelanggaran, usut tuntas!” tegas mereka.
LSM Penjara Indonesia menyorot ketertutupan data lokasi tambang. “Kenapa koordinat titik tambang tak dibuka ke publik? Masyarakat berhak tahu. Jangan sampai warga cuma dapat dampak, tapi tak pernah tahu siapa pelaku,” kata mereka. Mereka mendesak agar pengawasan dari DPRD dan dinas teknis benar-benar dijalankan, serta melibatkan aparat penegak hukum bila ada indikasi pelanggaran.
LPK Jatim memfokuskan sorotan pada dampak lingkungan dan pascatambang. Mereka menilai program reklamasi belum berjalan maksimal. Alat berat yang hilir-mudik disebut merusak infrastruktur jalan tanpa pengawasan. “Di mana peran Dishub dan Satpol PP dalam menertibkan aktivitas tambang ilegal dan tak berizin?”
Dari masyarakat, suara keras datang dari Azis Chemoth yang menyoroti minimnya komitmen sosial para pelaku tambang. Ia mempertanyakan keberadaan dan pelaksanaan CSR (Corporate Social Responsibility) yang semestinya menjadi kewajiban moral dan sosial para penambang. “Kalau mereka bisa ambil untung dari bumi Situbondo, maka mereka juga wajib memberi manfaat nyata bagi masyarakat sekitar,” tegasnya.
Pertemuan ini menjadi peringatan awal. Masyarakat dan aktivis bersatu untuk menyerukan perbaikan pengelolaan tambang di Situbondo agar lebih transparan, adil, dan berpihak pada kelestarian lingkungan serta kesejahteraan warga.
Cukup sudah tambang jadi raja, sementara rakyat terus jadi korban debu, rusaknya jalan, dan janji-janji yang tak kunjung nyata. (Azis Chemoth)