HUKUMTERKINITRENDINGUNGGULANUTAMA

Gus Lilur Soroti Tambang Ilegal di Madura, Publik Ingatkan Reformasi Polri

HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy atau akrab disapa Gus Lilur. (Foto: Gksbasra.id)

Hukum_Gksbasra.id, Sorotan tajam terhadap praktik tambang ilegal di Madura kembali mencuat seiring langkah Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, yang berencana membentuk Komite Reformasi Polri. Komite ini digadang sebagai ruang evaluasi menyeluruh terhadap institusi kepolisian, sekaligus penguat revisi Undang-Undang Kepolisian yang masuk dalam Prolegnas 2025–2029.

Rencana tersebut mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan. Salah satunya datang dari pegiat antikorupsi sekaligus tokoh Madura, HRM Khalilur R Abdullah Sahlawiy, atau yang akrab disapa Gus Lilur. Menurutnya, kehadiran komite ini harus menjadi momentum nyata memperbaiki wajah kepolisian, terutama dalam penanganan kasus-kasus yang menyentuh kepentingan publik.

“Reformasi Polri tidak bisa hanya sebatas jargon. Harus ada bukti nyata, termasuk dalam penanganan kasus tambang ilegal yang merusak lingkungan dan melukai rasa keadilan masyarakat,” tegas Gus Lilur.

Ia menyinggung khusus dugaan tambang ilegal di kawasan wisata religi Asta Tinggi, Sumenep, yang hingga kini masih beroperasi meski telah dilaporkan ke aparat hukum sejak 2023. Aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) tersebut dinilai bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai nilai sejarah dan spiritual kawasan setempat.

Laporan mengenai dugaan tambang ilegal itu telah diajukan oleh Yayasan Panembahan Somala (YPS), selaku pemilik sah lahan. Ketua YPS, RB Moh Amin, menjelaskan pihaknya sudah dua kali mengadukan persoalan ini. Pertama, ke Polres Sumenep pada Februari 2023, dan kedua, ke Polda Jawa Timur pada Juni 2024.

“Polda sempat turun tangan, tapi kemudian melimpahkan kembali ke Polres. Bahkan aparat sempat melihat langsung adanya alat berat yang beroperasi di lokasi pada Desember 2024. Namun hingga hari ini, aktivitas tambang masih terus berjalan,” ungkap Amin.

Amin menambahkan, hingga 19 September 2025 lalu, pihaknya masih menemukan alat berat aktif di lahan tersebut. Kondisi ini membuat keluarga besar keturunan Raja-Raja Sumenep semakin resah, sebab lahan milik yayasan yang seharusnya dijaga justru dibiarkan rusak oleh aktivitas pertambangan.

Gus Lilur menegaskan, kelambanan aparat dalam menindaklanjuti laporan ini menjadi ujian serius bagi Polri. “Kalau kasus sejelas ini saja tidak bisa ditangani, bagaimana masyarakat bisa percaya? Komite Reformasi Polri harus menjawab tantangan ini,” ujarnya.

Ia berharap ke depan, kepolisian bisa menunjukkan profesionalisme, transparansi, dan keberanian dalam menghadapi praktik tambang ilegal yang kerap dikaitkan dengan kepentingan kelompok tertentu.

Pembentukan Komite Reformasi Polri dinilai tak hanya sekadar upaya perbaikan sistemik, tetapi juga ujian moral: apakah Polri benar-benar siap mengembalikan kepercayaan publik dengan menegakkan hukum tanpa pandang bulu, termasuk terhadap praktik pertambangan ilegal yang hingga kini seolah kebal aturan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Telegram
WhatsApp
FbMessenger