Diskusi Lesehan Bahas Tambang: Koordinat Kabur, Reklamasi Menguap
Situbondo, 18 Juli 2025
Oleh: Azis Chemoth

Hukum_Gksbasra.id, Situbondo, Lima orang pria duduk melingkar di lantai, beralaskan keramik dingin, secangkir kopi, beberapa batang rokok, dan selembar kertas yang lebih padat dari laporan pertambangan daerah. Di sinilah diskusi soal tambang berlangsung bukan di ruang hearing, tapi di ruang tamu yang lebih jujur dari banyak meja rapat.
Topik yang dibahas lebih panas dari kopi tubruk yang tersaji.
Soal komoditas urug dan sirtu/batu, garis penyesuaiannya dianggap seperti garis takdir: tidak jelas siapa yang menentukannya. Bappeda disebut-sebut sebagai lembaga yang seharusnya punya peta, tapi entah petanya ke mana.
Potensi PAD dari tambang dibicarakan panjang lebar. Tapi ujungnya selalu sama: “katanya besar, tapi tidak pernah terasa.” OPD terkait pun dipertanyakan, apakah mereka sibuk menghitung atau justru sedang hilang dalam hitungan.
Titik koordinat lokasi tambang disebut seperti hantu gentayangan kadang muncul, kadang tidak sinkron. Komisi III DPRD, DLH, DPUPP, dan APH dianggap perlu lebih jeli, karena koordinat tak bisa diselesaikan hanya dengan koordinasi seremonial.
Reklamasi? Semua peserta tersenyum pahit. Seolah-olah kata itu hanya hidup dalam proposal dan papan nama, bukan di bekas galian yang menganga. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab? Tentu mereka yang punya kewenangan dan kewajiban bukan hanya kemampuan menyusun kalimat normatif.
Alat berat dan distribusi BBM juga dibahas. Warga mengeluh soal jalan rusak dan polusi akibat bego yang lalu-lalang tanpa kepastian legalitas operator. Di sinilah DPRD Komisi III, Dishub, ESDM, DLH, hingga penegak perda seharusnya unjuk kerja, bukan unjuk baju dinas.
Menjelang akhir diskusi, seorang warga angkat suara soal CSR. “Katanya ada, tapi siapa yang dapat?” Pertanyaan itu menggantung lebih berat dari suara ekskavator.
Diskusi ini mengingatkan: di tengah segala kerumitan teknis dan regulasi, masih ada warga dan aktivis yang duduk bersama, menulis sendiri kegelisahannya tanpa anggaran, tanpa panggung, tanpa gimik.
Mereka yang duduk bersila hari ini, bisa jadi lebih berdampak dari mereka yang duduk di podium. Tambang mungkin menggali bumi, tapi diamnya pengawas bisa menggali luka masyarakat. (Azis Chemoth)